
KAI Komit Jaga Keselamatan, 74 Perlintasan Sebidang Ditutup Selama Januari–Maret 2025
Jakarta, 9 April 2025 — PT Kereta Api Indonesia (Persero) kembali menunjukkan komitmennya terhadap aspek keselamatan dengan menutup 74 perlintasan sebidang di seluruh wilayah operasionalnya selama kuartal pertama 2025. Penutupan ini terdiri dari 24 perlintasan resmi dan 50 perlintasan liar yang tidak memiliki izin.
Vice President Public Relations KAI, Anne Purba, menjelaskan bahwa penutupan dilakukan berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 94 Tahun 2018. Aturan ini mengharuskan penutupan terhadap perlintasan yang tidak memiliki Nomor JPL, tidak dijaga, serta tidak memiliki palang pintu dan lebar kurang dari dua meter.
“Selama tahun 2024, KAI telah menutup sebanyak 309 perlintasan sebidang di berbagai wilayah operasional. Capaian ini menunjukkan upaya berkelanjutan KAI dalam memperkuat aspek keselamatan, sekaligus mengurangi titik potensi gangguan di jalur rel,” ujar Anne.
KAI mencatat terdapat 3.693 perlintasan sebidang di seluruh Indonesia, dan hampir separuhnya (49,01%) belum dijaga. Situasi ini menimbulkan potensi risiko tinggi bagi perjalanan kereta api maupun pengguna jalan.
Untuk menekan risiko tersebut, KAI tidak hanya mengandalkan penutupan perlintasan. “Sebagai bagian dari strategi mitigasi risiko, KAI tidak hanya menutup perlintasan yang tidak sesuai ketentuan, namun juga aktif mengusulkan pembangunan perlintasan tidak sebidang seperti flyover dan underpass kepada pemerintah pusat dan daerah. Solusi ini diharapkan dapat mengurangi interaksi langsung antara kendaraan dan kereta api,” terang Anne.
Upaya keselamatan juga diwujudkan lewat edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat. KAI bersama berbagai pihak telah memasang lebih dari seribu spanduk peringatan, menertibkan ratusan bangunan liar, serta menyelenggarakan kampanye keselamatan lintas daerah sejak 2020 hingga 2024.
“Keberadaan rambu lalu lintas harus dihormati dan dipatuhi. Palang pintu dan penjaga hanyalah pelengkap, bukan jaminan utama. Disiplin dan kewaspadaan pengguna jalan menjadi kunci,” tegas Anne, mengingatkan pentingnya peran masyarakat dalam mendukung keselamatan.
KAI juga terus mendorong masyarakat untuk mematuhi aturan lalu lintas, khususnya yang berkaitan dengan prioritas perjalanan kereta api sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian.
Jika pelanggaran terjadi dan mengakibatkan kecelakaan fatal, sanksi hukum yang berat siap diberlakukan. “KAI menyatakan akan terus bekerja sama dengan aparat penegak hukum untuk menindaklanjuti setiap pelanggaran yang berpotensi membahayakan. Jika ditemukan unsur kelalaian yang menyebabkan dampak fatal hingga korban jiwa, sanksi pidana dapat dikenakan sebagaimana diatur dalam Pasal 310 ayat (4) UU LLAJ, yaitu penjara maksimal enam tahun dan/atau denda hingga Rp12 juta,” jelas Anne.
Sebagai tambahan, komunitas pecinta kereta api (railfans) juga dilibatkan untuk memperkuat penyebaran informasi melalui media sosial, forum, dan kegiatan edukatif lainnya.
“Kami percaya bahwa kolaborasi dan kesadaran kolektif adalah pondasi utama dalam mewujudkan sistem transportasi yang selamat dan berkelanjutan. KAI berkomitmen untuk terus melakukan langkah-langkah strategis demi mewujudkan perjalanan kereta api yang lebih andal, aman dan nyaman,” pungkas Anne. (Redaksi)